Frivolous Scribbles

Haus akan perasaan
walau telah lama diterpa
rintik hujan maret,
tetap terabaikan.
Tulang menyeru dingin
dingin hujan maret,
namun hati yang terbakar
tak dapat mendengar.

Aku percaya seperti burung hantu
pada pilihan sejauh bulan
seperti maret dan hujan
saat memercik api
rumput-rumput ilalang mati.

Senandung burung gereja
memecah hening yang ku jaga
saat aku sadar aku berlari
di dasar samudera berisi rasa enggan.
Genggam tanganku,
dan lepaskanlah.

Simfoni tengah malam dimulai
kuartet jangkrik berharmonisasi
suara rendah lantunan katak
dibintangi gumam burung hantu.

Menunggu langit bertabur cahaya
hitam, biru, ungu dan jingga
mata yang lelah kini pergi
karena langkah-langkah kita,
langkah-langkah yang berlari
ke arah datangnya sinar mentari.

Penatmu, penatku juga kawan
kini tak lagi terasa
karena hangat yang mendekap
rintik hujan dan angin subuh
di atas kerasnya jalanan.

Pagi-pagi mengejar mimpi
arus sungai turut berlari
ini hari yang baru, teman
hati kita harus pergi lagi.

Don't act like you knew someone if you didn't know their past.
Don't tell someone who they should be.
Don't tell someone what they should do.
Don't tell someone that you care if you're not going to be.
Don't act like you're the most miserable person in life.
Don't act like you're wise and always right.
Don't act like you know what everyone needs.
Don't act like you're a true friend of someone you didn't really understand.
Don't search for a reason if it's definitely your fault.
Don't search for mistakes that other people made.
Don't lie to yourself about things you shouldn't do.
Don't lie to a person if you've made them believe in you.
Don't make a promise you can't even keep.
Don't make someone cry if you can't stop it.

Don't. Ever. Repeat. The. Same. Mistake. Twice.

Detik aku akan pergi
ke tiga langit tak serupa
lamban tapi tak bertahan
hanya berkawan awan.
Rindang pohon yang kusandari
terbisu dengan nyanyianmu,
ku tak berhenti terlelap
dalam nafas yang berhembus
dan mata yang sayup.

Hanya ada suaramu
menyeru menepuk pundakku
membuatku berpaling
walau tau akan hampa
angin tak berwarna.
Panjang jalanku
searah semakin laju
meninggalkan kerasnya
jalanan batu
dan tiba di kehijauan
batang bunga matahari
serta ilalang yang menari.

Detik aku telah pergi
jangan kejar langkahku lagi
aku tak ingin kembali
dalam aman bayangan diri
yang tak pernah aku kenal.

Tangis malam yang aku butuhkan
untuk menghapus jejakku
untuk melupakan bintangku
untuk memadamkan abu hari lalu.
Tangis malam yang aku nantikan
untuk melengkapi biru hari
sendiri dalam belenggu
mengubur mimpi dalam-dalam
untuk melihat hanyalah satu,
hanyalah satu.